BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik
baru dalam suatu masyarakat, yang
disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar,
dengan sendirinya
menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan
partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga
menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak
bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel,
kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul
sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini,
jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem
untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung
partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus
memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur
partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan
kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang
baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi
oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan
organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna
mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
Dari segi jumlah, sejak kemerdekaan hingga kini, Indonesia telah mengenal dua sistem kepartaian. Pada masa Demokrasi Parlementer
(1945-1959) dan Demokrasi Terpimpim (1959-1965), yang dianut adalah sistem
multipartai. Sementara pada masa Orde Baru dewasa ini jumlah partai sudah
dibatasi hanya tiga (PPP, PDI, dan Golkar, walaupun yang terakhir ini tak
menyandang predikat partai didepan namanya).
Sistem kepartaian pada masa Demokrasi Parlementer mampu
meluaskan derajat partisipasi politik dan mampu pula melembagakan saluran-
saluran bagi perluasan partisipasi tersebut, namun tidak memiliki landasan yang
kokoh, sehingga pola interaksinya bukan hanya kompetisi melainkan
konflik-konflik ideologis.
Pada masa pemerintahan soeharto maka muncul yang namanya orde reformasi. Masa ini merupakan masa dimana muncul banyak partai baru yang ikut meramaikan kancah politik indonesia. Seperti PDI-Perjuangan, PPP, Golkar, PAN, Demokrat, PKB dan masih banyak lagi yang lainnya. Hal ini menimbulkan semakin ketatnya persaingan antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lainnya.Akibatnya, seiring dengan meningkatnya derajat partisipasi politik, muncul rangkaian konflik dan polarisasi dengan derajat yang tinggi pula, yang pada gilirannya ikut menggoyahkan sistem partai yang berlaku saat itu.
Pada masa pemerintahan soeharto maka muncul yang namanya orde reformasi. Masa ini merupakan masa dimana muncul banyak partai baru yang ikut meramaikan kancah politik indonesia. Seperti PDI-Perjuangan, PPP, Golkar, PAN, Demokrat, PKB dan masih banyak lagi yang lainnya. Hal ini menimbulkan semakin ketatnya persaingan antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lainnya.Akibatnya, seiring dengan meningkatnya derajat partisipasi politik, muncul rangkaian konflik dan polarisasi dengan derajat yang tinggi pula, yang pada gilirannya ikut menggoyahkan sistem partai yang berlaku saat itu.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Sejarah masing-masing partai politik
besar yang ada di Indonesia.
2. Bagaimana komunikasi politik salah
satu partai itu?
C. Tujuan Sistem Politik
a. Meningkatnya
respon masyarakat terhadapkebijakan pemerintah
b. Adanya
partisipasi rakyat dalam mendukung atau menolak suatu kebijakan politik
c. Meningkatnya
partisipasi rakyat dalam berbagai kehiatan organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan kelompok-kelompok penekan
D.
Manfaat
Sistem Politik
Sikap warga Negara terhadap system politik akan mempengaruhi tuntutan, tanggapan, serta orientasinya terhadap system politik
Sikap warga Negara terhadap system politik akan mempengaruhi tuntutan, tanggapan, serta orientasinya terhadap system politik
Hubungan antara budaya politik dengan system politik atau
faktor2 apa yang menyebabkan pergeseran politik dapat dimengerti.
SISTEM POLITIK INDONESIA
A. Pengertian sistem
Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem
adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
2. Pengertian Politik
Politik
berasal dari bahasa yunani yaitu “polis”
yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai
macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.
Istilah
politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar
dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya
menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya
menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat
disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang
kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
3. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat,
prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk
mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan
cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara
dan hubungan Negara dengan Negara.
Sistem Politik
menurut Rusadi Kartaprawira adalah
Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur
politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang
langggeng
4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai
kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang
berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya
mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala
prioritasnya.
Politik
adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif,
dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan
kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya
kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga
memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal
ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara.
Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi
Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti
Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest
Group), Kelompok Penekan (Presure
Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik,
melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan
dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya
partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan
aspirasi dan kehendak rakyat.
B. Proses Politik Di Indonesia
Sejarah
Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari
masa-masa berikut ini:
-
Masa prakolonial
-
Masa kolonial (penjajahan)
-
Masa Demokrasi Liberal
-
Masa Demokrasi terpimpin
-
Masa Demokrasi Pancasila
-
Masa Reformasi
Masing-masing
masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
-
Penyaluran tuntutan
-
Pemeliharaan nilai
-
Kapabilitas
-
Integrasi vertikal
-
Integrasi horizontal
-
Gaya politik
-
Kepemimpinan
-
Partisipasi massa
-
Keterlibatan militer
-
Aparat negara
-
Stabilitas
Bila
diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial
(Kerajaan)
-
Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
-
Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa
-
Kapabilitas – SDA melimpah
-
Integrasi vertikal – atas bawah
-
Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
-
Gaya politik – kerajaan
-
Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
-
Partisipasi massa – sangat rendah
-
Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
-
Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
-
Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial
(penjajahan)
-
Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
-
Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
-
Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
-
Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
-
Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit
pribumi
-
Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
-
Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
-
Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
-
Keterlibatan militer – sangat besar
-
Aparat negara – loyal kepada penjajah
-
Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
-
Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
-
Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
-
Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih
potensial
-
Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
-
Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan
administrator
-
Gaya politik – ideologis
-
Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
-
Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
-
Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
-
Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
-
Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi
terpimpin
-
Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya
Front nas
-
Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
-
Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak
maju
-
Integrasi vertikal – atas bawah
-
Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
-
Gaya politik – ideolog, nasakom
-
Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
-
Partisipasi massa – dibatasi
-
Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
-
Aparat negara – loyal kepada negara
-
Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi
Pancasila
-
Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi
karena fusi
-
Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan
HAM
-
Kapabilitas – sistem terbuka
-
Integrasi vertikal – atas bawah
-
Integrasi horizontal – nampak
-
Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
-
Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
-
Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak
dibatasi
-
Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
-
Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
-
Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
-
Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
-
Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
-
Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
-
Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
-
Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
-
Gaya politik – pragmatik
-
Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
-
Partisipasi massa – tinggi
-
Keterlibatan militer – dibatasi
-
Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
-
Stabilitas – instabil
C. Sejarah Sistem Politik di Indonesia
Sejarah Sistem
Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia
tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik
biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang
berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,
karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan
tekanan. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi
pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat
dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa
pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan
integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan
keputusan
Proses politik
mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah
kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai
keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar
politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti
oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari
sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari
tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh
lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan
internasional.
Pengaruh ini akan
memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit
politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan
internasional.
Perubahan ini
besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input
menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas
yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif,
yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA
biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal
oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi
pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif.
SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat
didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat
merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai
pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif
(pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan
kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka
kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat
terkekang.
4. Kapabilitas simbolik,
artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat
kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang
dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas responsif,
dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa
kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya
partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas
responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa
sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak
negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal
dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower)
memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada
negara-negara berkembang.
D. Perbedaan sistem politik di berbagai
Negara
1. Sistem Politik Di Negara Komunis
Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi,
peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang
terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus
informasi dan kebebasan berpendapat
2. Sistem Politik Di Negara Liberal
Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok;
pembatasan kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum;
pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang didalamnya
terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas
3. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di
Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan
rakyat
2. Negara
berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan
berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan
yang bertanggung jawab
6. Sistem
Pemilihan langsung
7. Sistem pemerintahan presidensiil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar